
Liputan6.com, Jakarta Tujuh tahun berjibaku menjadi guru tari anak difabel tidak selamanya berjalan baik bagi Karina Syahna. Puteri Indonesia Kalimantan Barat 2019 ini mengaku sempat menghadapi beberapa kendala.
âAwalnya aku cuma mau murid-muridku bisa paham, mau mengikuti step by step. Dua tahun pertama aku menjadi guru itu menjadi waktu tersulit karena harus menghadapi beberapa kendala sendirian,â ujar Karina dalam webminar M Talks Konekin.
Kendala tersebut berupa sulitnya menemukan guru yang lain untuk menjadi tolak ukur. Saat itu, ia memerlukan guru atau ahli untuk membimbing bagaimana cara mengajar anak dengan kebutuhan khusus.
âDulu tahun 2014 aku tidak bisa menemukan guru yang fokus menangani anak difabel dalam berkarya seni.â
Untuk mengatasi hal itu, Karina banyak berbincang dengan pegiat seni dan dokter. Selebihnya ia menangani kendala lainnya sendirian.
Tantangan Selanjutnya
Setelah anak-anak difabel yang mayoritas autis dan down syndrome dapat mengikuti arahan, Karina dihadapkan dengan tantangan baru.
âAku ditantang untuk mereka bisa tampil tanpa diri aku di atas panggung. Ini konteksnya anak autis dan down syndrome yang cenderung sulit untuk mengikuti arahan dan memiliki percaya diri di depan orang banyak.â
Setelah dua tahun berlalu, akhirnya grup tari anak difabel yang dinamai G-Star itu mulai berani tampil tanpa Karina di atas panggung. Penampilan mandiri perdana mereka berlangsung di Dance Prix Theatre Jakarta.
âBanyak yang salut, aku pun sebagai guru mereka gak nyangka mereka bisa nari sendiri di atas panggung dengan full koreo, full blocking, dan full song,â pungkasnya.
Simak Video Berikut Ini:
Penari down syndrome dari Sanggar Tari Gigi Art of Dance meriahkan Asian Para Games di Zona Inspirasi.